Hutan Mangrove Kaltara Banyak Dideforestasi, KPH Ambil Langkah Ini

Tanggal 2023-12-05
Image

benuanta.co.id, TARAKAN – Hutan mangrove di Kalimantan Utara (Kaltara) sudah mulai di deforestasi. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tarakan, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltara akan lakukan program rehabilitasi mangrove.

Sebelum melakukan rehabilitasi tersebut, pihak UPT KPH Tarakan melakukan pelatihan terlebih dahulu dan besok Selasa, 5 Desember 2023 akan dilakukan praktek rehabilitasi mangrove di Desa Liagu, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan.

Tim Teknis Wetlands Internasional Indonesia, atau biasa disebut Yayasan Lahan Basah, Aji Nuralam Dwi Sutono mengungkapkan, terdapat dua program yang disampaikan. Dua program tersebut yaitu merehabilitasi mangrove dalam konteks kebijakan dan rehabilitasi mangrove dan permasalahan teknis.

“Jadi pada intinya kami ingin kenalkan rehabilitasi mangrove tanpa perlu menanam kita bisa mendapatkan atau memperoleh rehabilitasi mangrove dari proses regenerasi alami,” ujar Aji, Senin (4/12/2023).

Ia menjelaskan, pemilihan Desa Liagu karena hal tersebut merupakan, hasil diskusi stakeholders, pihaknya akan melakukan demplot di tambak terbengkalai. Alasan kedua dikarenakan Desa Liagu merupakan hutan desa yang sudah mengalami.

“Ada namanya hutan desa, concern sama mau membawa semangat konservasi dan rehabilitasi mangrove dan akhirnya kita coba laksanakan di sana,” ujarnya.

Ekosistem mangrove memiliki banyak ancaman. Selain deforestasi, mengubah mangrove menjadi dalam bentuk ekosistem lainnya, ada juga kegiatan penebangan liar di hutan mangrove dan hal itu sudah dirasakan banyak pihak.

“Dari zaman dulu dilakukan tapi saat ini jadi perhatian besar dan pemerintah melalui inisiatif menargetkan 600.000 hektare dalam merehabilitasi mangrove dan kami coba dukung hal tersebut merencanakan atau tidak merencanakan. Kita perkenalkan, dukungan kedua, teknik rehabilitasi mangrove gak melulu harus melakukan penanaman,” paparnya.

Ada kondisi mangrove dibiarkan bisa tumbuh sendiri, tanpa penanaman. Desa Liagu sendiri dipilih karena dalam proses kegiatan diawali assessment. “Semua desa memiliki karakteristik memiliki ancaman yang sama yakni sama-sama deforestasi, dan degradasi hutan serta ancaman lainnya,” pungkasnya.(*)